Sabtu, 14 April 2018

METODE LANGSUNG

MAKALAH
Metode Langsung (THARIQOH MUBAYIROH)
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas terstruktur
Mata Kuliah Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab
Dosen Pengampu : Hasan Saefuloh


Disusun oleh :
Ahmad Sayroji (1608102063)
Desi Susanti (1608102003)
Ega Nurjanah (1608102009)
Fahmi Said (1608102019)
Muhammad Abdul Jabbar (1608102030)
Rani Suryani (1608102039)
Rizal Adamani Rahmatullah (1608102044)

Jurusan/prodi : Pendidikan Bahasa Arab
Smester/kelas : 4/B
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
Alamat : Jl. Perjuangan, By Pass Sunyaragi Cirebon Telp. (0231) 481264 ex 113
Website: www.syekhnurjati.ac.id


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
            Puji syukur penulis  panjatkan kehadirat ALLAH SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul. “Metode langsung (Thariqah mubasyiroh)”Solawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya, Amiin.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.
Pada kesempatan ini pula dengan kerendahan dan ketulusan hati, ingin menyampaikan rasa terima kasih penulis yang tidak terhingga kepada yang terhormat.
1.      Ibu Hasan Saefuloh selaku Dosen Mata Kuliah Metodologi Pembelajaran Bahasa Arabatas segala kesabaran dalam membimbing dan dorongan berupa motivasi dalam belajar dan juga atas segala pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran dalam mendidik kami tidak ada kata-kata lain yang pantas penulis ucapkan, selain terima kasih yang sebesar-besarnya.
2.      Orang tua/bapak ibu tercinta yang telah banyak membantu memberikan dorongan baik moril maupun materil selama penulis menuntut ilmu.
3.      Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terciptanya makalahini.
Harapan penulis, kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan yang sedang menuntut ilmu atau bagi siapa saja yang berminat untuk membacanya.

Cirebon, 21 Maret 2018
Penulis


Team


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (listening competence/mahaarah al materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan – Istima’), kemampuan berbicara (speaking competence/mahaarah al-takallum), kemampuan membaca (reading competence/mahaarah al-qira’ah), dan kemampuan menulis (writing competence/mahaarah al – Kitaabah).
Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya.
Maka berangkat dari sinilah kami mencoba untuk mengupas secara singkat tentang metode mubasyaroh( langsung ) dalam makalah ini. Karena kami merasa bahwa penting sekali dalam penggunaan sebuah metode untuk diterapkan dalam pembelajaran yang berkaitan dengann bahasa.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana latar belakang kemunculan metode langsung?
2.      Bagaimana landasan teori yang mendukung metode langsung?
3.      Bagaimana karakteristik dari metode langsung?
4.      Bagaimana tujuan pembelajaran Bahasa Arab melalui metode langsung?
5.      Bagaimana peran guru, peran siswa, dan kedudukan materi (buku ajar) dalam metode langsung?
6.      Bagaimana kelebihan dan kekurangan dalam metode langsung?
C.    Tujuan penulisan
1.      Mengetahui latar belakang kemunculan metode langsung
2.      Mengetahui landasan teori yang mendukung metode langsung
3.      Mengetahui karakteristik dari metode langsung
4.      Mengetahui tujuan pembelajaran Bahasa Arab melalui metode langsung
5.      Mengetahui peran guru, peran siswa, dan kedudukan materi (buku ajar) dalam metode langsung
6.      Mengetahui kekurangan dan kelebuhan dalam metode langsung




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Metode Langsung
Sebagaimana kelahiran metode lainnya, metode ini lahir karena ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa dengan metode sebelumnya dan karena ada perubahan orientasi dan tujuan dari pengajaran bahasa asing yang dikaitkan dengan tuntutan kebutuhan nyata di masyarakat. (Effendi, 2005:35) Metode ini tidak puas terhadap hasil pengajaran bahasa dengan Metode Qawaid-Tarjamah, diantaranya, karena menggunakan bahasa pembelajar sebagai bahasa pengantar.
Di samping itu, bertambahnya jumlah masyarakat Eropa dari berbagai negara yang menjalin komunikasi antarmereka sendiri menyebabkan mereka merasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk menguasai sebuah bahasa yang bisa menjadi lingua franca secara aktif dan produktif. Buku-buku pelajaran bahasa asing yang beredar di pasaran pada saat itu kurang memuaskan mereka karena tidak mengajar bahasa asing secara praktis dan efektif, tetapi hanya “berbicara tentang bahasa”. Berkembangnya metode ini ditandai dengan penolakan mentah-mentah oleh para penganutnya terhadap Metode Qawaid-Tarjamah.
Seperti yang terefleksi dari namanya, metode ini menginginkan pengajaran bahasa asing dengan langsung menggunakan bahasa tersebut tanpa menggunakan bahasa pengantar lainnya. (Hamadah, 1987: 50) Metode ini membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mencapai bentuknya yang secara relatif berbeda dari metode yang lain. Berikut ini akan disajikan kelahiran dan perkembangan metode ini.
Jauh sebelum metode ini digunakan secara luas, sebenarnya sudah ada reaksi negatif yang menunjukkan penentangan terhadap pengajaran bahasa yang dilakukan dengan penjelasan tatabahasa yang panjang lebar dan dengan penerjemahan. Banyak ahli pendidikan bahasa pada abad ke-18 sebenarnya sudah menyadari kelemahan metode tradisional yang berkembang pada saat itu lalu mengusahakan penggunaan metode baru. Salah satu dari reaksi dan usaha tersebut adalah lahirnya gagasan untuk mengajarkan bahasa sasaran melalui pengajaran tatabahasa secara induktif dengan menggunakan teks-teks tertulis dalam bahasa sasaran Hadirnya pengajaran tatabahasa induktifmenjadi akhir dominasi tunggal dari Metode Qawaid-Tarjamah yang mengajarkan tatabahasa dengan secara deduktif.
Kemudian pada paruh abad ke-19, ada suatu gerakan yang mendukung penghapusan pengajaran bahasa dengan uraian tatabahasa dengan penerjemahan, dan juga penghapusan pengajaran bahasa sasaran melalui kegiatan mendengarkan yang berlebih-lebihan. Penolakan terhadap pengajaran tatabahasa ini herpijak pada kenyataan bahwa banyak orang yang sangat menguasai tata bahasa suatu bahasa tertentu tetapi tidak dapat menggunakan bahasa yang bersangkutan. Gerakan ini juga menekankan pelajaran bahasa dengan cara interaksi langsung dalam bahasa target dalam situasi-situasi yang bermakna. Cara pengajaran seperti ini kemudian diperbaiki dengan penambahan aktivitas-aktivitas fisik dalam penyajian bahan ajar bahasa.
Salah seorang dari para pelopor gerakan tersebut adalah seorang linguis Prancis yang bernama Francois Gouin (1880-1992), karena itulah metode ini selalu dikaitkan denganya. Linguis Perancis ini mengembangkan metodenya berdasarkan pengamatan-pengarnatannya terhadap penggunaan bahasa ibu oleh anak-anak. Hasil pengamatannya itulah yang membuka jalan bagi usaha pengembangan metode baru. Dia memperbaiki pengajaran bahasa dengan menerapkan prinsip psikologi modern dalam pelajaran bahasa; ia menerapkan prinsip-prinsip asosiasi ide-ide, penyajian gambar (visualisai) dan pembelajaran melalui panca indera, pemusatan kegiatan pada minat, permainan dan aktivitas di dalam situasi normal sehari-hari. Cara pengejaran seperti inilah yang kemudian melahirkan pergerakan baru dalam pengajaran bahasa.[1]
Munculnya metode langsung pada abad ke-19 Masehi adalah akibat ketidakpuasan terhadap hasil pembelajaran bahasa arab, disamping merupakan reaksi dari kelemahan metode gramatika-tarjamah yang memiliki asumsi bahwa gramatika merupakan bagian dari falsafat dan logika, sehingga belajar bahasa apapun, termasuk belajar bahasa arab dapat memperkuat kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah dan menguatkan hafalan. Konteks ini tentunya bertentangan dengan asumsi metode langsung, yaitu proses pembelajaran bahasa arab sama dengan pembelajaran bahasa ibu, artinya penggunaan bahasa harus dilakukan secara langsung dan intensif dalam berkomunikasi melalui mendengar dan berbicara. Sedangkan keterampilan membaca dan menulis dapat dikembangkan kemudian. Oleh karena itu, peserta didik harus dibiasakan untuk berpikir dan praktik bahasa sasaran (Arab), dan penggunaan bahasa ibu sejauh mungkin harus dihindari sama sekali.         
Di sisi lain, metode ini menggunakan cara yang lebih positif didalam pembelajaran bahasa arab, sehingga pengaruhnya sampai ke Prancis tahun 1901-1902, kemudian ekspansi Amerika pada tahun 1911. Pada tahun yang sama, metode ini juga diaktualisasikan dalam proses pembelajaran bahasa arab, baik di Negara Timur Tengah maupun di Negara-Negara Islam Asia termasuk Indonesia. Karena metode yang ada dirasa tidak praktis dan efektif, maka beberapa pendekatan baru mulai oleh Pakar bahasa Francois Gouin (1880-1992) seorang guru besar latin dari Prancis yang mengembangkan metode berdasarkan pengamatannya terhadap bahasa ibu oleh anak-anak.[2]
Menurut sumber lain, metode langsung (al-thariqah al-mubasyaroh / direct method) dikembangkan oleh Carlest Berlitz, seorang ahli dalam pengajaran bahasa, di Jerman menjelang abad ke-19 (Lengkawati, dalam Revitalisasi Pendidikan Bahasa, 2003: 72). Faktor kemunculannya dilatarbelakangi oleh penolakan atau ketidakpuasan terhadap metode tata bahasa dan terjemah.[3]Pada saat itu memang metode tata ahasa dan terjemah merupakan metode pengajaran bahasa kedua dan asing yang populer.Akan tetapi, ditengah kepopulerannya muncul banyak ketidakpuasan di banyak kalangan, sehingga muncullah kritik bahkan penolakan terhadap metode ini.
Meskipun metode langsung merupakan reaksi kuat terhadap metode tata bahasa dan terjemah, namun orang-orang telah lebih dulu menggunakannya dalam mengajarkan bahasa asing.Nababan (1993: 15) menyebutkan bahwa penggunaannya telah berlangsung sekitar abad ke-15 ketika para pemuda Romawi diberi pelajaran bahasa Yunani oleh guru-guru bahasa dari Yunani.Namun, penggunaan metode langsung pada waktu itu tidak benar-benar sebagai metode langsung.Kelangsungannya dapat dikatakan tidak murni seratus persen, sebab dalam beberapa hal masih menggunakan bahasa ibu dan kedua.Baru mulai tahun 1920-an, beberapa ahli pengajaran yang secara terpisah menggunakan metode langsung secara murni dan sistematis

B.     Landasan teori
Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa asing sama dengan belajar bahasa ibu, yakni penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi (Nababan, 1993: 15). Menurut metode ini, para pelajar belajar bahasa asing dengan cara menyimak dan berbicara, sedangkan membaca dan mengarang dapat dikembangkan kemudian, sebab inti bahasa adalah menyimak dan berbicara.
Oleh karena itu, mereka harus dibiasakan berpikir dengan bahasa asing. Maka, untuk mencapai ini semua, penggunaan bahasa ibu dan kedua ditiadakan sama sekali. Bahkan, unsur tata bahasa dalam metode ini tidak terlalu diperhatikan (Ba’labaki, 1990:15), sebab tekanan intinya adalah bagaimana agar pelajar pandai menggunakan bahasa asing yang dipelajari, bukan, bukan pandai tentang bahasa asing yang dipelajari. Tata bahasa hanya diberikan melalui situasi (kontekstual) dan dilakukan secara lisan, bukan dengan cara menghapalkan kaidah-kaidah. Metode ini juga berasumsi bahwa makna bahasa akan lebih jelas bila disajikan dengan menghadirkan benda fisik, seperti gambar, isyarat-isyarat dan pantomim. Terjemahan memang bisa menjadi cara mudah umtuk membuat makna menjadi jelas, tetapi tidak akan membuat para peserta didik belajar bahasa asasaran secara alami.[4]
C.    Karakteristik
Adapun karakteristik dari metode langsung tersebut antara lain:
-          Memberi prioritas yang tinggi terhadap keterampilan berbicara sebagai keterampilan membaca, menulis dan terjemah.
-          Basis pembelajarannya terfokus pada teknik demonstratif, menirukan dan menghafal langsung, dimana para peserta didik merepetisi kata, kalimat, dan percakapan melalui asosiasi, konteks serta definisi yang diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan.
-          Menghindari penggunaan bahasa ibu.
-          Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara cepat melalui Tanya jawabyang terencana dalam pola interaksi variatif.
-          Interaksi antar pendidik dan peserta didik terjalin komunikatif, dimana pendidik berperan sebagai stimulisator memberikan contoh-contoh sedangkan peserta didik hanya merespon dalam bentuk menirukan, menjawab pertanyaan dan mendemonstrasikannya.[5]
Berikut ini adalah ciri-ciri metode langsung:
a)      tujuan dasar yang diharapkan oleh metode ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dengan bahasa Arab bukan dengan bahasa ibu siswa.
b)      hendaknya pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan bahasa Arab tidak menggunakan lain sebagai medianya.
c)      percakapan antar individu merupakan bentuk pertama dan yang umum untuk digunakan dalam masyarakat, sehingga pada awal pembelajaran bahasa Arab hendaknya percakapan mereka menggunakan kosakata dan susunan kalimat sesuai dengan maksud dan tujuan belajar siswa.
d)     di awal pembelajaran siswa dikondisikan untuk mendengarkan kalimat-kalimat sempurna dan mempunyai makna yang jelas, sehingga siswa mampu dan mudah memahaminya.
e)      nahwu adalah sebagai alat untuk mengatur ungkapan bahasa. Sehingga pelajaran nahwu diberikan tidak secara khusus tetapi diajarkan disela-sela penggunaan ungkapan-ungkapan bahasa dan kalimat-kalimat yang muncul dalam percakapan.
f)       teks Arab tidak disajikan kepada siswa sebelum mereka mengenal suara, kosakata serta susunan yang ada di dalamnya. Dan juga siswa tidak menulis teks Arab sebelum mereka bisa membaca dengan baik serta memahaminya.
g)      penerjemahan dari dan ke bahasa Arab adalah suatu yang harus dihindari dalam metode ini, sehingga tidak dibenarkan menerjemahkan ke bahasa Arab dengan bahasa apapun.    
h)      pengembangan keterampilan kognitif siswa seperti kemampuan analogis, dan analisis merupakan hal yang tidak boleh menyibukkan perhatian pemakai metode ini.
i)        penjelasan kata-kata dan kalimat yang sulit cukup dengan menggunakan bahasa Arab dengan berbagai model, seperti syarhul al-makna, muradif (sinonim) atau memakai mudladad (antonim) atau dengan  syiaq yang lain.
j)        guru lebih banyak menggunakan waktunya untuk tanya-jawab dengan siswa.
k)      sebagian besar waktu ppembelajaran digunakan untuk latihan bahasa, seperti imla, mengulang cerita atau mengarang bebas.
l)        perhatian metode ini lebih banyak pada pengembangan kemampuan siswa untuk berbicara dibandingkan pada aspek yang lain.[6]
Dan di buku lain Tayar Yusuf menyebutkan ciri-ciri metode langsung (direct method) adalah sebagai berikut:
a.       materi pelajaran pertama-tama diberikan kata demi kata, kemudian struktur kalimat.
b.      gramatika diajarkan hanya bersifat sambil lalu, dan siswa tidak dituntut menghafal rumus-rumus gramatika, tapi yang  utama adalah siswa mampu mengucapkan bahasa secara baik.
c.       dalam proses pengajaran senantiasa menggunakan alat bantu (alat peraga) baik alat peraga langsung, tidak langsung (benda tiruan) maupun peragaan melalui simbol-simbol atau gerakan-gerakan tertentu.
d.      setelah masuk kelas, siswa atau anak didik benar-benar dikondisikan untuk menerima dan bercakap-cakap dalam bahasa asing, dan dilarang menggunakan bahasa lain.
D.    Tujuan pembelajaran bahasa arab
Para guru yang menggunakan Metode Langsung bertujuan agar para siswa bisa mempelajari bagaimana caranya berkomunikasi dalam bahasa sasaran. Untuk bisa melakukan hal tersebut dengan sukses, penting bagi para siswa untuk belajar berpikir dalam bahasa sasaran.
E.     Kelebihan dan kekurangan metode langsung
Metode langsung merupakan proses terhadap metode tata bahasa dan terjemah. Dilihat dari sisi ini, metode langsung sedikit lebih maju disbanding metode sebelumnya.Walau demikian, tetap saja metode langsung memiliki kelemahan, terutama jika dilihat dari konsep dasar dan kritikan para ahli yang ditujukan kepadanya.

Adapun kelebihan dan kekurangan tersebut antara lain:
-          Kelebihan
a.       Perhatian dan partisipasi peserta didik dalam aktivitas pembelajaran bahasa arab besar sekali, dibandingkan dengan menggunakan metode gramatika-tarjamah.
b.      Peserta didik sangat antusias untuk aktif berbicara bahasa arab yang dipelajari.
c.       Peserta didik dapat mengucapkan fonem yang dipelajari dengan baik, dibandingkan dengan bila menggunakan metode gramatika-tarjamah.
d.      Metode ini sangat menghindari bahasa ibu.
e.       Materi yang digunakan ada relevansinya dengan budaya arab.
-          Kekurangan
a.       Tidak semua kosa kata dijelaskan terjemahannya.
b.      Tidak ada sistem terjemah karena menghabiskan waktu.
c.       Peserta didik cenderung terjebak struktur bahasa Indonesia ketika berbicara bahasa arab.
d.      Metode ini melarang peserta didik untuk menggunakan bahasa ibu, disamping tidak menjelaskan proses seleksi bahan ajar.
e.       Dalam proses pembelajaran, tidak memperhatikan perbedaan individu.
f.       Metode ini membutuhkan pendidik yang relatif lancar berkomunikasi bahasa arab, sehingga tidak terpaksa menggunakan bahasa ibu.[7]
Dalam sumber lain, metode langsung memiliki karakteristik sebagai berikut:[8]
-          Kelebihan
1.      Dengan kedisiplinan mendengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara teratur, para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara, sebab prioritas utamanya memang menyimak dan berbicara.
2.      Dengan banyaknya peragaan/demonstrasi, gerakan, penggunaan gambar, bahkan belajar di alam nyata, para pelajar bisa mengetahui banyak kosa kata.
3.      Dengan banyak latihan pengucapan secara ketat dalam bimbingan guru, para pelajar bisa memiliki lafal yang relatif lebih mendekati penutur asli.

-          Kekurangan
a.       Metode ini memiliki prinsip-prinsip yang mungkin dapat diterima oleh sekolah-sekolah yang jumlah pelajarnya tidak banyak. Maka dimungkinkan akan mendapat kesulitan jika diterapkandi sekolah-sekolah yang jumlah pelajarnya banyak.
b.      Metode ini menuntut para guru untuk yang mempunyai kelancaran berbicara seperti penutur asli.
c.       Metode ini mengandalkan kemahiran guru dalam menyajikan materi, bukan buku-buku teks yang baik.
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
      Menjelang abad ke-19 di Jerman Metode langsung ini dikembangkan oleh carles berlitz, seorang ahli dalam pengajaran bahasa. Metode Langsung (Mubasyaroh) merupakan metode yang memprioritaskan pada ketrampilan berbicara. Dan muncul sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa dari metode sebelumnya (gramatika tarjamah), yang dipandang memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang mati. Metode Mubasyarah dibagi menjadi tiga: metode psikologi (al-thoriqoh al-sikulujiyyah), metode fonetik (al-thoriqoh al-shautiyyah), metode alamiah (al-thoriqoh al-thobi’iyyah). Metode ini mempunyai kelebihan diantaranya yaitu dengan kedisiplinan mendengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara teratur, maka para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara dan juga mempunyai kekurangan antara lain, menuntut para guru yang mempunyai kelancaran berbicara seperti penutur asli.
Thariqah mubasyaroh (metode langsung/Direct method) yaitu cara menyajikan materi pelajaran bahasa asing dimana guru langsung  menggunakan  bahasa asing tersebut sebagai bahasa pengantar, dan tanpa menggunakan bahasa anak didik sedikit pun dalam mengajar.
Ciri-ciri metode langsung:
1.      tujuan dasar yang diharapkan oleh metode ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dengan bahasa Arab bukan dengan bahasa ibu siswa.
2.      nahwu adalah sebagai alat untuk mengatur ungkapan bahasa. Sehingga pelajaran nahwu diberikan tidak secara khusus tetapi diajarkan disela-sela penggunaan ungkapan-ungkapan bahasa dan kalimat-kalimat yang muncul dalam percakapan.
3.      penjelasan kata-kata dan kalimat yang sulit cukup dengan menggunakan bahasa Arab dengan berbagai model, seperti syarhul al-makna, muradif (sinonim) atau memakai mudladad (antonim) atau dengan  syiaq yang lain.
4.      guru lebih banyak menggunakan waktunya untuk tanya-jawab dengan siswa.
5.      sebagian besar waktu ppembelajaran digunakan untuk latihan bahasa, seperti imla, mengulang cerita atau mengarang bebas.
6.      perhatian metode ini lebih banyak pada pengembangan kemampuan siswa untuk berbicara dibandingkan pada aspek yang lain.
v  Kelebihan
a)      Dengan kedisiplinan mendengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara teratur, para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara, sebab prioritas utamanya memang menyimak dan berbicara.
b)      Dengan banyaknya peragaan/demonstrasi, gerakan, penggunaan gambar, bahkan belajar di alam nyata, para pelajar bisa mengetahui banyak kosa kata.
c)      Dengan banyak latihan pengucapan secara ketat dalam bimbingan guru, para pelajar bisa memiliki lafal yang relatif lebih mendekati penutur asli.
v  Kekurangan
a)      Metode ini memiliki prinsip-prinsip yang mungkin dapat diterima oleh sekolah-sekolah yang jumlah pelajarnya tidak banyak. Maka dimungkinkan akan mendapat kesulitan jika diterapkandi sekolah-sekolah yang jumlah pelajarnya banyak.
b)      Metode ini menuntut para guru untuk yang mempunyai kelancaran berbicara seperti penutur asli.
c)      Metode ini mengandalkan kemahiran guru dalam menyajikan materi, bukan buku-buku teks yang baik.













DAFTAR PUSTAKA
       Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab; Pendekatan, Metode dan Teknik, Malang: Misykat, 2005.
       Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
       Aziz Fakhrurrozi dan Erta Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab, Jakarta: 2012.
       Radliyah Zaenuddin, et. al., Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, Cirebon: STAIN Cirebon Press, 2005.
       Abdul Hamid dkk., Pembelajaran Bahasa Arab: Pendekatan, Metode, Strategi, dan Media, UIN Press, Malang 2008.
       Zulhannan, Paradigma Baru Pembelajaran Bahasa Arab, Bandar Lampung: Fakta Press, 2005.





[1] AZIZ FAKHRURROZI & ERTA MAHYUDIN, pembelajaran bahasa Arab, Jakarta: 2012. hal.69-70
[2]Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab; Pendekatan, Metode dan Teknik, Malang: Misykat, 2005, Cet. Ke-1, hal. 30.
[3]Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011. Hal. 175-176
[4]Aziz Fakhrurrozi dan Erta Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab, Jakarta: 2012, Cet. Ke-2 (edisi revisi), hal.72
[5]Radliyah Zaenuddin, et. al., Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, Cirebon: STAIN Cirebon Press, 2005, Cet. Ke-1, hal. 35
[6] Abdul Hamid dkk., Pembelajaran Bahasa Arab: Pendekatan, Metode, Strategi, dan Media, UIN Press, Malang 2008. hal. 23-25
[7]Zulhannan, Paradigma Baru Pembelajaran Bahasa Arab, Bandar Lampung: Fakta Press, 2005, Cet. Ke-1, hal. 36-37
[8]Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011. Hal. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar