MAKALAH
“Metode Langsung (THARIQOH MUBAYIROH)”
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas terstruktur
Mata Kuliah Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab
Dosen Pengampu : Hasan Saefuloh
Disusun oleh :
Ahmad Sayroji
(1608102063)
Desi Susanti
(1608102003)
Ega Nurjanah
(1608102009)
Fahmi Said
(1608102019)
Muhammad Abdul
Jabbar (1608102030)
Rani Suryani
(1608102039)
Rizal Adamani
Rahmatullah (1608102044)
Jurusan/prodi : Pendidikan Bahasa Arab
Smester/kelas : 4/B
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
Alamat : Jl. Perjuangan, By Pass Sunyaragi Cirebon Telp. (0231)
481264 ex 113
Website: www.syekhnurjati.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT.
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul. “Metode
langsung (Thariqah mubasyiroh)”Solawat beserta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya dan semoga
sampai kepada kita selaku umatnya, Amiin.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas terstruktur Mata
Kuliah Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.
Pada kesempatan ini pula dengan kerendahan dan ketulusan hati,
ingin menyampaikan rasa terima kasih penulis yang tidak terhingga kepada yang
terhormat.
1.
Ibu
Hasan Saefuloh selaku Dosen Mata Kuliah Metodologi Pembelajaran Bahasa Arabatas
segala kesabaran dalam membimbing dan dorongan berupa motivasi dalam belajar
dan juga atas segala pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran dalam mendidik kami tidak
ada kata-kata lain yang pantas penulis ucapkan, selain terima kasih yang
sebesar-besarnya.
2.
Orang
tua/bapak ibu tercinta yang telah banyak membantu memberikan dorongan baik
moril maupun materil selama penulis menuntut ilmu.
3.
Semua
pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga
terciptanya makalahini.
Harapan penulis, kiranya makalah ini
dapat bermanfaat bagi rekan-rekan yang sedang menuntut ilmu atau bagi siapa
saja yang berminat untuk membacanya.
Cirebon, 21 Maret 2018
Penulis
Team
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bahasa Arab (asing) berbeda dengan
belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda,
baik menyangkut metode (model pengajaran), Bahasa Arab meliputi kemampuan
menyimak (listening competence/mahaarah al materi maupun proses pelaksanaan
pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan – Istima’), kemampuan
berbicara (speaking competence/mahaarah al-takallum), kemampuan membaca
(reading competence/mahaarah al-qira’ah), dan kemampuan menulis (writing
competence/mahaarah al – Kitaabah).
Setiap anak manusia pada dasarnya
mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan
dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah
tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki,
motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya.
Maka berangkat dari sinilah kami
mencoba untuk mengupas secara singkat tentang metode mubasyaroh( langsung )
dalam makalah ini. Karena kami merasa bahwa penting sekali dalam penggunaan
sebuah metode untuk diterapkan dalam pembelajaran yang berkaitan dengann bahasa.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana latar belakang kemunculan metode langsung?
2. Bagaimana landasan teori yang mendukung metode langsung?
3. Bagaimana karakteristik dari metode langsung?
4. Bagaimana tujuan pembelajaran Bahasa Arab melalui metode langsung?
5. Bagaimana peran guru, peran siswa, dan kedudukan materi (buku ajar)
dalam metode langsung?
6. Bagaimana kelebihan dan kekurangan dalam metode langsung?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui latar belakang kemunculan metode langsung
2. Mengetahui landasan teori yang mendukung metode langsung
3. Mengetahui karakteristik dari metode langsung
4. Mengetahui tujuan pembelajaran Bahasa Arab melalui metode langsung
5. Mengetahui peran guru, peran siswa, dan kedudukan materi (buku ajar)
dalam metode langsung
6. Mengetahui kekurangan dan kelebuhan dalam metode langsung
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Metode Langsung
Sebagaimana
kelahiran metode lainnya, metode ini lahir karena ketidakpuasan terhadap hasil
pengajaran bahasa dengan metode sebelumnya dan karena ada perubahan orientasi dan
tujuan dari pengajaran bahasa asing yang dikaitkan dengan tuntutan kebutuhan
nyata di masyarakat. (Effendi, 2005:35) Metode ini tidak puas terhadap hasil
pengajaran bahasa dengan Metode Qawaid-Tarjamah, diantaranya, karena
menggunakan bahasa pembelajar sebagai bahasa pengantar.
Di
samping itu, bertambahnya jumlah masyarakat Eropa dari berbagai negara yang
menjalin komunikasi antarmereka sendiri menyebabkan mereka merasakan adanya
kebutuhan yang mendesak untuk menguasai sebuah bahasa yang bisa menjadi lingua
franca secara aktif dan produktif. Buku-buku pelajaran bahasa asing yang
beredar di pasaran pada saat itu kurang memuaskan mereka karena tidak mengajar
bahasa asing secara praktis dan efektif, tetapi hanya “berbicara tentang
bahasa”. Berkembangnya metode ini ditandai dengan penolakan mentah-mentah oleh
para penganutnya terhadap Metode Qawaid-Tarjamah.
Seperti
yang terefleksi dari namanya, metode ini menginginkan pengajaran bahasa asing
dengan langsung menggunakan bahasa tersebut tanpa menggunakan bahasa pengantar
lainnya. (Hamadah, 1987: 50) Metode ini membutuhkan waktu yang lama untuk bisa
mencapai bentuknya yang secara relatif berbeda dari metode yang lain. Berikut
ini akan disajikan kelahiran dan perkembangan metode ini.
Jauh
sebelum metode ini digunakan secara luas, sebenarnya sudah ada reaksi negatif
yang menunjukkan penentangan terhadap pengajaran bahasa yang dilakukan dengan
penjelasan tatabahasa yang panjang lebar dan dengan penerjemahan. Banyak ahli
pendidikan bahasa pada abad ke-18 sebenarnya sudah menyadari kelemahan metode
tradisional yang berkembang pada saat itu lalu mengusahakan penggunaan metode
baru. Salah satu dari reaksi dan usaha tersebut adalah lahirnya gagasan untuk
mengajarkan bahasa sasaran melalui pengajaran tatabahasa secara induktif dengan
menggunakan teks-teks tertulis dalam bahasa sasaran Hadirnya pengajaran
tatabahasa induktifmenjadi akhir dominasi tunggal dari Metode Qawaid-Tarjamah
yang mengajarkan tatabahasa dengan secara deduktif.
Kemudian
pada paruh abad ke-19, ada suatu gerakan yang mendukung penghapusan pengajaran
bahasa dengan uraian tatabahasa dengan penerjemahan, dan juga penghapusan
pengajaran bahasa sasaran melalui kegiatan mendengarkan yang berlebih-lebihan.
Penolakan terhadap pengajaran tatabahasa ini herpijak pada kenyataan bahwa
banyak orang yang sangat menguasai tata bahasa suatu bahasa tertentu tetapi
tidak dapat menggunakan bahasa yang bersangkutan. Gerakan ini juga menekankan
pelajaran bahasa dengan cara interaksi langsung dalam bahasa target dalam
situasi-situasi yang bermakna. Cara pengajaran seperti ini kemudian diperbaiki
dengan penambahan aktivitas-aktivitas fisik dalam penyajian bahan ajar bahasa.
Salah
seorang dari para pelopor gerakan tersebut adalah seorang linguis Prancis yang
bernama Francois Gouin (1880-1992), karena itulah metode ini selalu dikaitkan
denganya. Linguis Perancis ini mengembangkan metodenya berdasarkan
pengamatan-pengarnatannya terhadap penggunaan bahasa ibu oleh anak-anak. Hasil
pengamatannya itulah yang membuka jalan bagi usaha pengembangan metode baru.
Dia memperbaiki pengajaran bahasa dengan menerapkan prinsip psikologi
modern dalam pelajaran bahasa; ia menerapkan prinsip-prinsip asosiasi ide-ide,
penyajian gambar (visualisai) dan pembelajaran melalui panca indera, pemusatan kegiatan
pada minat, permainan dan aktivitas di dalam situasi normal sehari-hari. Cara
pengejaran seperti inilah yang kemudian melahirkan pergerakan baru dalam
pengajaran bahasa.[1]
Munculnya
metode langsung pada abad ke-19 Masehi adalah akibat ketidakpuasan terhadap
hasil pembelajaran bahasa arab, disamping merupakan reaksi dari kelemahan
metode gramatika-tarjamah yang memiliki asumsi bahwa gramatika merupakan bagian
dari falsafat dan logika, sehingga belajar bahasa apapun, termasuk belajar
bahasa arab dapat memperkuat kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah dan
menguatkan hafalan. Konteks ini tentunya bertentangan dengan asumsi metode
langsung, yaitu proses pembelajaran bahasa arab sama dengan pembelajaran bahasa
ibu, artinya penggunaan bahasa harus dilakukan secara langsung dan intensif
dalam berkomunikasi melalui mendengar dan berbicara. Sedangkan keterampilan
membaca dan menulis dapat dikembangkan kemudian. Oleh karena itu, peserta didik
harus dibiasakan untuk berpikir dan praktik bahasa sasaran (Arab), dan
penggunaan bahasa ibu sejauh mungkin harus dihindari sama sekali.
Di sisi lain, metode ini menggunakan cara yang lebih positif didalam
pembelajaran bahasa arab, sehingga pengaruhnya sampai ke Prancis tahun
1901-1902, kemudian ekspansi Amerika pada tahun 1911. Pada tahun yang sama,
metode ini juga diaktualisasikan dalam proses pembelajaran bahasa arab, baik di
Negara Timur Tengah maupun di Negara-Negara Islam Asia termasuk Indonesia.
Karena metode yang ada dirasa tidak praktis dan efektif, maka beberapa
pendekatan baru mulai oleh Pakar bahasa Francois Gouin (1880-1992) seorang guru
besar latin dari Prancis yang mengembangkan metode berdasarkan pengamatannya
terhadap bahasa ibu oleh anak-anak.[2]
Menurut sumber lain, metode langsung (al-thariqah al-mubasyaroh /
direct method) dikembangkan oleh Carlest Berlitz, seorang ahli dalam
pengajaran bahasa, di Jerman menjelang abad ke-19 (Lengkawati, dalam Revitalisasi
Pendidikan Bahasa, 2003: 72). Faktor kemunculannya dilatarbelakangi oleh
penolakan atau ketidakpuasan terhadap metode tata bahasa dan terjemah.[3]Pada
saat itu memang metode tata ahasa dan terjemah merupakan metode pengajaran
bahasa kedua dan asing yang populer.Akan tetapi, ditengah kepopulerannya muncul
banyak ketidakpuasan di banyak kalangan, sehingga muncullah kritik bahkan
penolakan terhadap metode ini.
Meskipun metode
langsung merupakan reaksi kuat terhadap metode tata bahasa dan terjemah, namun
orang-orang telah lebih dulu menggunakannya dalam mengajarkan bahasa
asing.Nababan (1993: 15) menyebutkan bahwa penggunaannya telah berlangsung
sekitar abad ke-15 ketika para pemuda Romawi diberi pelajaran bahasa Yunani
oleh guru-guru bahasa dari Yunani.Namun, penggunaan metode langsung pada waktu
itu tidak benar-benar sebagai metode langsung.Kelangsungannya dapat dikatakan
tidak murni seratus persen, sebab dalam beberapa hal masih menggunakan bahasa
ibu dan kedua.Baru mulai tahun 1920-an, beberapa ahli pengajaran yang secara
terpisah menggunakan metode langsung secara murni dan sistematis
B. Landasan teori
Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa asing sama dengan belajar
bahasa ibu, yakni penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam
komunikasi (Nababan, 1993: 15). Menurut metode ini, para pelajar belajar bahasa
asing dengan cara menyimak dan berbicara, sedangkan membaca dan mengarang dapat
dikembangkan kemudian, sebab inti bahasa adalah menyimak dan berbicara.
Oleh karena itu, mereka harus dibiasakan berpikir dengan bahasa asing.
Maka, untuk mencapai ini semua, penggunaan bahasa ibu dan kedua ditiadakan sama
sekali. Bahkan, unsur tata bahasa dalam metode ini tidak terlalu diperhatikan
(Ba’labaki, 1990:15), sebab tekanan intinya adalah bagaimana agar pelajar
pandai menggunakan bahasa asing yang dipelajari, bukan, bukan pandai tentang
bahasa asing yang dipelajari. Tata bahasa hanya diberikan melalui situasi
(kontekstual) dan dilakukan secara lisan, bukan dengan cara menghapalkan
kaidah-kaidah. Metode ini juga berasumsi bahwa makna bahasa akan lebih jelas bila
disajikan dengan menghadirkan benda fisik, seperti gambar, isyarat-isyarat dan
pantomim. Terjemahan memang bisa menjadi cara mudah umtuk membuat makna menjadi
jelas, tetapi tidak akan membuat para peserta didik belajar bahasa asasaran
secara alami.[4]
C. Karakteristik
Adapun karakteristik dari metode langsung tersebut antara lain:
-
Memberi prioritas yang tinggi terhadap
keterampilan berbicara sebagai keterampilan membaca, menulis dan terjemah.
-
Basis pembelajarannya terfokus pada teknik
demonstratif, menirukan dan menghafal langsung, dimana para peserta didik
merepetisi kata, kalimat, dan percakapan melalui asosiasi, konteks serta
definisi yang diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dari contoh-contoh
kemudian diambil kesimpulan.
-
Menghindari penggunaan bahasa ibu.
-
Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara
cepat melalui Tanya jawabyang terencana dalam pola interaksi variatif.
-
Interaksi antar pendidik dan peserta didik
terjalin komunikatif, dimana pendidik berperan sebagai stimulisator memberikan
contoh-contoh sedangkan peserta didik hanya merespon dalam bentuk menirukan,
menjawab pertanyaan dan mendemonstrasikannya.[5]
Berikut ini
adalah ciri-ciri metode langsung:
a) tujuan dasar
yang diharapkan oleh metode ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir dengan bahasa Arab bukan dengan bahasa ibu siswa.
b) hendaknya
pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan bahasa Arab tidak menggunakan lain
sebagai medianya.
c) percakapan
antar individu merupakan bentuk pertama dan yang umum untuk digunakan dalam
masyarakat, sehingga pada awal pembelajaran bahasa Arab hendaknya percakapan
mereka menggunakan kosakata dan susunan kalimat sesuai dengan maksud dan tujuan
belajar siswa.
d) di awal
pembelajaran siswa dikondisikan untuk mendengarkan kalimat-kalimat sempurna dan
mempunyai makna yang jelas, sehingga siswa mampu dan mudah memahaminya.
e) nahwu adalah
sebagai alat untuk mengatur ungkapan bahasa. Sehingga pelajaran nahwu diberikan
tidak secara khusus tetapi diajarkan disela-sela penggunaan ungkapan-ungkapan
bahasa dan kalimat-kalimat yang muncul dalam percakapan.
f) teks Arab tidak
disajikan kepada siswa sebelum mereka mengenal suara, kosakata serta susunan
yang ada di dalamnya. Dan juga siswa tidak menulis teks Arab sebelum mereka
bisa membaca dengan baik serta memahaminya.
g) penerjemahan
dari dan ke bahasa Arab adalah suatu yang harus dihindari dalam metode ini,
sehingga tidak dibenarkan menerjemahkan ke bahasa Arab dengan bahasa
apapun.
h) pengembangan
keterampilan kognitif siswa seperti kemampuan analogis, dan analisis merupakan
hal yang tidak boleh menyibukkan perhatian pemakai metode ini.
i)
penjelasan kata-kata dan kalimat yang sulit
cukup dengan menggunakan bahasa Arab dengan berbagai model, seperti syarhul
al-makna, muradif (sinonim) atau memakai mudladad (antonim) atau
dengan syiaq yang lain.
j)
guru lebih banyak menggunakan waktunya untuk
tanya-jawab dengan siswa.
k) sebagian besar
waktu ppembelajaran digunakan untuk latihan bahasa, seperti imla,
mengulang cerita atau mengarang bebas.
l)
perhatian metode ini lebih banyak pada
pengembangan kemampuan siswa untuk berbicara dibandingkan pada aspek yang lain.[6]
Dan di buku
lain Tayar Yusuf menyebutkan ciri-ciri metode langsung (direct method)
adalah sebagai berikut:
a. materi
pelajaran pertama-tama diberikan kata demi kata, kemudian struktur kalimat.
b. gramatika
diajarkan hanya bersifat sambil lalu, dan siswa tidak dituntut menghafal
rumus-rumus gramatika, tapi yang utama adalah siswa mampu mengucapkan
bahasa secara baik.
c. dalam proses
pengajaran senantiasa menggunakan alat bantu (alat peraga) baik alat peraga
langsung, tidak langsung (benda tiruan) maupun peragaan melalui simbol-simbol
atau gerakan-gerakan tertentu.
d. setelah masuk
kelas, siswa atau anak didik benar-benar dikondisikan untuk menerima dan
bercakap-cakap dalam bahasa asing, dan dilarang menggunakan bahasa lain.
D. Tujuan pembelajaran bahasa arab
Para guru yang
menggunakan Metode Langsung bertujuan agar para siswa bisa mempelajari
bagaimana caranya berkomunikasi dalam bahasa sasaran. Untuk bisa melakukan hal
tersebut dengan sukses, penting bagi para siswa untuk belajar berpikir dalam
bahasa sasaran.
E. Kelebihan dan kekurangan metode langsung
Metode langsung merupakan proses terhadap metode tata bahasa dan
terjemah. Dilihat dari sisi ini, metode langsung sedikit lebih maju disbanding
metode sebelumnya.Walau demikian, tetap saja metode langsung memiliki
kelemahan, terutama jika dilihat dari konsep dasar dan kritikan para ahli yang
ditujukan kepadanya.
Adapun kelebihan dan kekurangan tersebut antara lain:
-
Kelebihan
a. Perhatian dan partisipasi peserta didik dalam aktivitas pembelajaran
bahasa arab besar sekali, dibandingkan dengan menggunakan metode
gramatika-tarjamah.
b. Peserta didik sangat antusias untuk aktif berbicara bahasa arab yang
dipelajari.
c. Peserta didik dapat mengucapkan fonem yang dipelajari dengan baik,
dibandingkan dengan bila menggunakan metode gramatika-tarjamah.
d. Metode ini sangat menghindari bahasa ibu.
e. Materi yang digunakan ada relevansinya dengan budaya arab.
-
Kekurangan
a. Tidak semua kosa kata dijelaskan terjemahannya.
b. Tidak ada sistem terjemah karena menghabiskan waktu.
c. Peserta didik cenderung terjebak struktur bahasa Indonesia ketika
berbicara bahasa arab.
d. Metode ini melarang peserta didik untuk menggunakan bahasa ibu,
disamping tidak menjelaskan proses seleksi bahan ajar.
e. Dalam proses pembelajaran, tidak memperhatikan perbedaan individu.
f. Metode ini membutuhkan pendidik yang relatif lancar berkomunikasi bahasa
arab, sehingga tidak terpaksa menggunakan bahasa ibu.[7]
Dalam sumber lain, metode langsung memiliki
karakteristik sebagai berikut:[8]
-
Kelebihan
1. Dengan kedisiplinan mendengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara
teratur, para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara, sebab
prioritas utamanya memang menyimak dan berbicara.
2. Dengan banyaknya peragaan/demonstrasi, gerakan, penggunaan gambar, bahkan
belajar di alam nyata, para pelajar bisa mengetahui banyak kosa kata.
3. Dengan banyak latihan pengucapan secara ketat dalam bimbingan guru, para
pelajar bisa memiliki lafal yang relatif lebih mendekati penutur asli.
-
Kekurangan
a. Metode ini memiliki prinsip-prinsip yang mungkin dapat diterima oleh
sekolah-sekolah yang jumlah pelajarnya tidak banyak. Maka dimungkinkan akan
mendapat kesulitan jika diterapkandi sekolah-sekolah yang jumlah pelajarnya
banyak.
b. Metode ini menuntut para guru untuk yang mempunyai kelancaran berbicara
seperti penutur asli.
c. Metode ini mengandalkan kemahiran guru dalam menyajikan materi, bukan
buku-buku teks yang baik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menjelang abad ke-19 di Jerman
Metode langsung ini dikembangkan oleh carles berlitz, seorang ahli dalam
pengajaran bahasa. Metode Langsung (Mubasyaroh) merupakan metode yang
memprioritaskan pada ketrampilan berbicara. Dan muncul sebagai reaksi
ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa dari metode sebelumnya (gramatika
tarjamah), yang dipandang memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang mati.
Metode Mubasyarah dibagi menjadi tiga: metode psikologi (al-thoriqoh
al-sikulujiyyah), metode fonetik (al-thoriqoh al-shautiyyah), metode alamiah
(al-thoriqoh al-thobi’iyyah). Metode ini mempunyai kelebihan diantaranya yaitu
dengan kedisiplinan mendengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara
teratur, maka para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara dan juga
mempunyai kekurangan antara lain, menuntut para guru yang mempunyai kelancaran
berbicara seperti penutur asli.
Thariqah mubasyaroh (metode
langsung/Direct method) yaitu cara menyajikan materi pelajaran bahasa
asing dimana guru langsung menggunakan bahasa asing tersebut
sebagai bahasa pengantar, dan tanpa menggunakan bahasa anak didik sedikit pun
dalam mengajar.
Ciri-ciri metode langsung:
1.
tujuan dasar yang diharapkan oleh metode ini
adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir dengan bahasa Arab bukan
dengan bahasa ibu siswa.
2.
nahwu adalah sebagai alat untuk mengatur
ungkapan bahasa. Sehingga pelajaran nahwu diberikan tidak secara khusus tetapi
diajarkan disela-sela penggunaan ungkapan-ungkapan bahasa dan kalimat-kalimat
yang muncul dalam percakapan.
3.
penjelasan kata-kata dan kalimat yang sulit
cukup dengan menggunakan bahasa Arab dengan berbagai model, seperti syarhul
al-makna, muradif (sinonim) atau memakai mudladad (antonim) atau
dengan syiaq yang lain.
4.
guru lebih banyak menggunakan waktunya untuk
tanya-jawab dengan siswa.
5.
sebagian besar waktu ppembelajaran digunakan
untuk latihan bahasa, seperti imla, mengulang cerita atau mengarang
bebas.
6.
perhatian metode ini lebih banyak pada
pengembangan kemampuan siswa untuk berbicara dibandingkan pada aspek yang lain.
v Kelebihan
a) Dengan kedisiplinan mendengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara
teratur, para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara, sebab
prioritas utamanya memang menyimak dan berbicara.
b) Dengan banyaknya peragaan/demonstrasi, gerakan, penggunaan gambar, bahkan
belajar di alam nyata, para pelajar bisa mengetahui banyak kosa kata.
c) Dengan banyak latihan pengucapan secara ketat dalam bimbingan guru, para
pelajar bisa memiliki lafal yang relatif lebih mendekati penutur asli.
v
Kekurangan
a) Metode ini memiliki prinsip-prinsip yang mungkin dapat diterima oleh
sekolah-sekolah yang jumlah pelajarnya tidak banyak. Maka dimungkinkan akan
mendapat kesulitan jika diterapkandi sekolah-sekolah yang jumlah pelajarnya
banyak.
b) Metode ini menuntut para guru untuk yang mempunyai kelancaran berbicara
seperti penutur asli.
c) Metode ini mengandalkan kemahiran guru dalam menyajikan materi, bukan
buku-buku teks yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi
Pengajaran Bahasa Arab; Pendekatan, Metode dan Teknik, Malang: Misykat,
2005.
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011.
Aziz
Fakhrurrozi dan Erta Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab, Jakarta: 2012.
Radliyah
Zaenuddin, et. al., Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa
Arab, Cirebon: STAIN Cirebon Press, 2005.
Abdul Hamid dkk., Pembelajaran Bahasa Arab:
Pendekatan, Metode, Strategi, dan Media, UIN Press, Malang 2008.
Zulhannan, Paradigma Baru Pembelajaran
Bahasa Arab, Bandar Lampung: Fakta Press, 2005.
[2]Ahmad Fuad Effendy, Metodologi
Pengajaran Bahasa Arab; Pendekatan, Metode dan Teknik, Malang: Misykat,
2005, Cet. Ke-1, hal. 30.
[3]Acep Hermawan, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011. Hal. 175-176
[4]Aziz Fakhrurrozi dan Erta Mahyudin, Pembelajaran
Bahasa Arab, Jakarta: 2012, Cet. Ke-2 (edisi revisi), hal.72
[5]Radliyah Zaenuddin, et. al., Metodologi
dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, Cirebon: STAIN Cirebon
Press, 2005, Cet. Ke-1, hal. 35
[6]
Abdul Hamid dkk.,
Pembelajaran Bahasa Arab: Pendekatan, Metode, Strategi, dan Media, UIN
Press, Malang 2008. hal. 23-25
[7]Zulhannan, Paradigma Baru
Pembelajaran Bahasa Arab, Bandar Lampung: Fakta Press, 2005, Cet. Ke-1, hal.
36-37
[8]Acep Hermawan, Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011. Hal.